bab 2
LANDASAN TEORI
2.1. TINJAUAN
TEORI
2.1.1. Pengertian
Manajemen
Sebelum mengetahui arti dari
manajemen sumber daya manusia terlebih dahulu akan dibahas mengenai pengertian
daripada manajemen. Manajemen merupakan hal yang penting bagi suatu organisasi
untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Dalam manajemen sendiri
bertujuan untuk mengatur dan mengelola sumber daya yang tersedia dalam
organisasi. Telah banyak ahli yang mengartikan dan membuat batasan tentang
manajemen. Rivai (2014:24) mengatakan bahwa “Manajemen
merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan,
pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia serta sumber-sumber lain”.
Sedangkan Mangkunegara (2011:8) menyatakan bahwa “Manajemen adalah
proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian, upaya anggota
organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan”.
Follet yang dikutip oleh Handoko
(2014:8) “Manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain. Definisi ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan
organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai
tugas yang mungkin diperlukan”. Sedangkan menurut Hasibuan (2013:1) “Manajemen
adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien”. Sementara itu menurut Sulastri (2014:140) “Manajemen adalah suatu
seni mengatur yang melibatkan proses, cara, dan tindakan tertentu, seperti
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian pengawasan, yang
dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan secara efisien dan efektif
dengan dan melalui orang lain”.
Sementara itu menurut Lie dalam Hasibuan (2013), manajemen adalah
ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
daya lainnya secara efektif dan effisien untuk mencapai suatu tujuan dari
organisasi.
Dari berbagai definisi
tersebut di atas dan juga dari para ahli ekonomi, maka dapatlah diambil suatu
kesimpulan bahwa manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang
melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang untuk maksud yang
nyata.
|
Dampak aktual dari proses manajemen atas sebuah organisasi
dipengaruhi oleh aneka macam faktor seperti:
1. Jumlah
serta kualitas input.
2.
Pengetahuan, pengalaman
serta otoritas para manajer.
3.
Tahap perkembangan
organisasi yang bersangkutan.
4.
Faktor lingkungan seperti
peraturan pemerintah, kondisi ekonomi, tindakan para pesaing, keinginan para
konsumen.
5. Lingkungan
budaya ekonomi.
Menurut Terry (2012) proses manajemen adalah kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh manajer yang secara terperinci akan berbeda-beda tergantung pada
besarnya perusahaan dan lain-lainnya. Didalam manajemen terdapat proses-proses
yang pokok antara lain sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
Dalam proses ini tercakup usaha-usaha penentuan tujuan organisasi
yang merupakan pedoman kegiatan organisasi, sehingga pencapaian tujuan dan
kegiatan-kegiatan lain dapat diintegrasikan selain itu juga dapat mengurangi
ketidakpastian. Perencanaan (planning)
adalah suatu decision making dan
tindakan-tindakan yang akan diambil suatu organisasi.
2. Pengorganisasian
(Organizing)
Organisasi adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan
yang efektif antara orang-orang hingga mereka dapat bekerja sama secara efisien
dan dengan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas
tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran
tertentu. Organisasi meliputi
beberapa masalah terdiri dari orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, wewenang dan
tanggung jawab. Wewenang organisasi adalah suatu proses kegiatan
yang dilakukan oleh seorang manajer dalam mengkoordinasikan menggerakkan semua
sarana yang tersedia serta mengadakan pembagian tugas dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Demikian pula dengan makin berkembangnya
suatu organisasi/perusahaan maka semakin banyak pula yang harus diselesaikan
oleh seorang manajer dalam waktu tertentu, sedang kemampuannya sangat terbatas.
Untuk mengatasi hal tersebut, dipandang perlu menambah tenaga dalam berbagai
kemampuan/keahlian yang harus dimiliki, sehingga manajer benar-benar dituntut
suatu keahlian dalam mengorganisasi.
3. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan (actuating)
merupakan usaha untuk menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa
sehingga berkeinginan dan berusaha untuk mencapai suatu sasaran organisasi yang
diinginkan. Untuk mencapai suatu sasaran tersebut maka harus dipimpin dan
dibimbing serta diarahkan dengan baik agar dapat mencapai suatu tujuan organisasi/perusahaan
secara efektif dan effisien.
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan (controlling)
adalah salah satu fungsi manajemen yang harus dilaksanakan oleh seorang
pimpinan organisasi/manajer perusahaan. Adapun pengertian pengawasan adalah
fungsi manajer yang merupakan pengukuran dan perbaikan dari pelaksanaan
kegiatan-kegiatan para bawahannya agar supaya yakin bahwa sasaran dan
rencana-rencana perusahaan yang telah dirancang dapat tercapai
2.1.2. Dasar-Dasar Manajemen
Dasar-dasar manajemen menurut Hasibuan (2016:2) meliputi:
1.
Adanya kerjasama diantara
sekelompok orang dalam ikatan formal.
2.
Adanya tujuan bersama serta
kepentingan yang sama yang akan dicapai.
3.
Adanya pembagian kerja,
tugas, dan tanggung jawab yang teratur.
4.
Adanya hubungan formal dan
ikatan tata tertib yang baik.
5.
Adanya human organization.
2.1.3. Pengertian
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen
sumber daya manusia merupakan bidang strategis dari organisasi. Manajemen
sumber daya manusia harus dipandang sebagai perluasan dari pandangan
tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu membutuhkan
pengetahuan tentang perilaku manusia dan kemampuan mengelolalnya. Dalam
manajemen sumber daya manusia karyawan diangkat harkatnya, tidak saja sebagai
objek pencapaian organisasi, tetapi juga dianggap sebagai subjek yang berperan
untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan perusahaan. Sutrisno (2016:7) menuturkan “Manajemen
sumber daya manusia mempunyai tugas untuk mengelola unsur manusia secara baik
agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Manajemen sumber daya
manusia mempunyai definisi sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk
mencapi tujuan organisasi perusahaan secara terpadu”.
Simamora dalam Sutrisno (2016:5) “Manajemen
sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian
balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja”.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan
salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Di bawah ini akan dikemukakan
beberapa definisi manajemen sumber daya manusia antara lain: Menurut Armstrong dalam Triyono
(2012:13) “Manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai pendekatan
stratejik dan koheren untuk mengelola aset berharga milik organisasi,
orang-orang yang bekerja dalam organisasi, baik secara individu maupun kolektif
dan memberikan sumbangan untuk mencapai sasaran organisasi”. Sedangkan menurut Flippo dalam Priansa (2014:29) “Manajemen
personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian
dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan
pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan individu,
karyawan dan masyarakat”. Sementara itu
menurut Hasibuan (2013:10) “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan
seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat”.
Menurut Rivai dalam Suwatno (2013:28) “Manajemen SDM
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”. Dari beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap
sumber daya manusia dalam organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Selain itu,
setiap manusia memiliki latar belakang pendidikan, sifat, dan motivasi yang
berbeda-beda, tidak statis seperti faktor produksi lainnya, maka disinilah
letak pentingnya manajemen sumber daya manusia.
Sumber Daya Manusia
(SDM) merupakan faktor utama dalam organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya,
organisasi dibuat berdasarkan visi untuk kepentingan manusia dan dalam
pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Manajemen
sumber daya manusia pada hakekatnya adalah penerapan manajemen tersebut khusus
untuk sumber daya manusia. Salah satu bagian dari ilmu manajemen yang
memfokuskan diri untuk mengelola unsur manusia seefektif mungkin agar diperoleh
satu satuan tenaga kerja yang puas dan memuaskan adalah manajemen sumber daya
manusia. Fungsi manajemen sumber daya manusia itu penting dalam suatu
perusahaan karena merupakan bagian dari ilmu manajemen itu sendiri yang khusus
bertugas untuk mengelola semua unsur manusia yang ada dalam perusahaan, sehingga
penggunaannya dapat efektif guna pencapaian tujuan perusahaan.
2.1.3.1. Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut
Hasibuan (2013:21) fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia secara singkat
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi
Manajerial
Fungsi Manajerial meliputi:
a. Perencanaan
Perencanaan
(human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai
dengan kebutuhan perusahaan dan efektif serta efisien dalam membantu
terwujudnya tujuan. Perencanaan ini untuk menetapkan program pegawai meliputi
pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan,
kompensasi, integrasi, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan.
Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat.
b. Pengorganisasian
Organisasi
merupakan kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan
pembagian kerja, delegasi, wewenang, integrasi dan koordinasinya dalam bagan
organisasi. Organisasi juga merupakan alat untuk mencapai tujuan, dengan
organisasi yang baik maka akan terwujud tujuan yang baik.
c. Pengarahan
Pengarahan
(directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja
sama dengan bekerja efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan oleh pemimpin dan
dengan kepemimpinannya ia memerintah bawahan agar mengerjakan semua tugasnya
dengan baik.
d. Pengendalian
Pengendalian
(controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati
peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana, bila terdapat
penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan
rencana. Pengendalian karyawan ini meliputi kehadiran,
kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi
lingkungan pekerjaan.
2. Fungsi
Operasional
Fungsi Operasional meliputi:
a. Pengadaan Tenaga
Kerja
Pengadaan
tenaga kerja (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan,
orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
b. Pengembangan
Pengembangan
(development) adalah proses peningkatan teknis, teoritis, konseptual dan
moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang
diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
c. Kompensasi
Kompensasi
(compensation) adalah pemberian balas jasa Iangsung (direct) uang
atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikannya kepada perusahaan.
Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi
kerjanya. Layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman
kepada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal
konsistensi.
d. Pengintegrasian
Pengintegrasian
adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan
karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.
Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya.
Pengintegrasian merupakan hal yang penting dalam manajemen sumber daya manusia
karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan
adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan
loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan
kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan external
konsistensi.
f. Kedisiplinan
Kedisplinan
merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia, karena tanpa disiplin yang baik
sulit terwujudnya tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan
kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.
g. Pemberhentian
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang
dari perusahaan. Ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan,
kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya. Pelepasan ini diatur
oleh Undang-Undang No. 12, tahun 1964.
2.1.3.2. Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2013:14) peranan manajemen sumber
daya manusia adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga
kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job
reqruitment, dan job evaluation.
2. Menetapkan penarikan, seleksi dan penempatan karyawan
berdasarkan asas the right man in the
right place and the right man in the right job.
3. Menetapkan program kesejahteraan pengembangan, promosi
dan pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya
manusia pada masa yang akan datang.
5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan
perkembangan perusahaan pada khususnya.
6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan
kebijakan pemberian balas jasa perusahaan sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat
pekerja.
8. Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan penilaian
kinerja karyawan.
9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun
horizontal.
10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
2.1.3.3. Manfaat Penerapan Manajemen
Sumber Daya Manusia
Pengimplementasian manajemen sumber daya manusia akan
memberikan berbagai manfaat bagi kegiatan pengorganisasian antara lain menurut
Sugiarto dalam Sunyoto (2015:7):
1.
Organisasi atau perusahaan
akan memiliki sistem informasi sumber daya manusia yang akurat.
2.
Organisasi atau perusahaan
akan memiliki hasil analisis pekerjaan atau jabatan yang terkini.
3.
Organisasi atau perusahaan
memiliki kemampuan dalam menyusun dan menetapkan perencanaan manajemen sumber
daya manusia yang mendukung kegiatan bisnis.
4.
Organisasi atau perusahaan
akan mampu meningkatkan efesiensi dan efektifitas rekrutmen dan seleksi tenaga
kerja.
5.
Dapat melakukan kegiatan
orientasi sosialisasi secara terarah.
6.
Dapat melaksanakan
pelatihan secara efektif dan efisien.
7.
Dapat melaksanakan
penilaian karya secara efektif dan efisien.
8.
Dapat melaksanakan program
pembinaan dan pengembangan karier sesuai kondisi dan kebutuhan.
9.
Dapat melakukan kegiatan
penelitian.
10.
Dapat menyusun skala upah
atau gaji dan mewujudkan sistem balas jasa bagi para pekerja.
2.1.3. Kepemimpinan
dan Gaya Kepemimpinan
2.1.3.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan memiliki arti yang
lebih dalam daripada sekedar label atau jabatan yang diberikan atau jabatan
diberikan kepada seseorang. Ada unsur visi jangka panjang serta karakter di
dalam sebuah kepemimpinan. Kartini (2013:48) mengemukakan pemimpin dalam
pengertian luas ialah seseorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai
tingkah laku sosial, mengatur, mengarahkan, mengorganisir, atau mengontrol
usaha orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Sementara dalam
pengertian terbatas ialah seorang pemimpin yang membimbing dengan bantuan
kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/ penerimaan secara sukarela oleh
para pengikutnya
Menurut
Bangun (2012:340) “Kepemimpinan adalah suatu proses untuk mengarahkan dan
mempengaruhi orang lain agar mau melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan
organisasi yang memiliki empat unsur dalam kepemimpinan antara lain, kumpulan
orang, kekuasaan, memengaruhi, nilai”. Sedangkan menurut
Yukl (2015:8) “Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk
memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu
dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan
kolektif untuk mencapai tujuan bersama”.
Kepemimpinan
merupakan faktor penting dalam memberikan pengarahan kepada karyawan apalagi
pada saat-saat sekarang ini dimana semua serba terbuka, maka kepemimpinan yang
dibutuhkan adalah kepemimpinan yang bisa memberdayakan karyawannya.
Kepemimpinan yang bisa menumbuhkan motivasi kerja karyawan adalah kepemimpinan
yang bisa menumbuhkan rasa percaya diri para karyawan dalam menjalankan
tugasnya masing-masing. Pemimpin
harus dapat memecahkan persoalan yang muncul dalam organisasi dengan cara
penyelesaian yang cepat dan tepat dengan kecakapan dan kemampuannya untuk
membina orang lain membentuk satu kesatuan kerja dan bersama-sama bawahan
bekerja untuk mencapai kesuksesan. Menurut Ardana, et al. (2012:179) “Pemimpin adalah seseorang yang memiliki
kemampuan memimpin artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain”.
Setiap pemimpin akan berhasil memimpin
organisasi atau perusahaan bilamana mereka memiliki syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Mempunyai kecerdasan yang cukup tinggi untuk
memikirkan dan mencarikan solusi untuk setiap persoalan yang timbul.
2. Mempunyai emosi yang stabil, tidak mudah
diombang-ambingkan oleh perubahan lingkungan yang senantiasa berganti-ganti
serta dapat memisahkan antara soal pribadi, soal rumah tangga, dan mana soal
organisasi.
3. Mempunyai kepandaian dalam menghadapi
karyawan dan mampu membuat bawahan merasa betah, senang, dan puas dalam
pekerjaan.
4. Mempunyai keahlian untuk mengorganisir dan
menggerakkan bawahan secara bijaksana dalam mewujudkan tujuan organisasi.
5. Memiliki keterampilan yang diperlukan
manajemen dalam menghadapi persoalan masyarakat.
Seperti manajemen, kepemimpinan (leadership) telah didefinisikan dengan
berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda. Menurut Handoko
(2014:294) “Kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses
pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok
anggota yang saling berhubungan tugasnya”. Kepemimpinan dapat berlangsung tanpa
harus terikat oleh aturan-aturan yang ada. Apabila kepemimpinan dibatasi oleh
tata aturan birokrasi, atau dikaitkan dengan suatu organisasi tertentu, hal
tersebut dinamakan manajemen.
2.1.3.2. Fungsi
dan Peranan Kepemimpinan
Semua
organisasi baik formal maupun non formal selalu membutuhkan pelaksanaan
fungsi-fungsi kepemimpinan, karena semuanya akan menentukan siapa pemimpinnya
dan siapa yang akan dipimpin dalam suatu kegiatan organisasi. Adapun fungsi
kepemimpinan menurut Koontz yang diterjemahkan oleh Wahjosumidjo (2010:145)
mengatakan bahwa “Mengajak atau
menghimbau semua bawahan agar dengan penuh kemauan memberikan sumbangan dalam
mencapai tujuan organisasi sesuai dengan kemampuan bawahan secara maksimal”.
Pendapat
lain tentang fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing,
membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan
organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan
supervisi/kepengawasan yang efesien dan membawa para pengikutnya kepada sasaran
yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
Anoraga
et al. dalam Tika (2014) mengemukakan
bahwa ada sembilan peranan kepemimpinan seorang dalam organisasi yaitu pemimpin
sebagai perencana, pemimpin sebagai pembuat kebijakan, pemimpin sebagai ahli,
pemimpin sebagai pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin sebagai pemberi
hadiah atau hukuman, pemimpin sebagai teladan dan lambing atau imbol, pemimpin
sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan pemimpin sebagai pengganti
peran anggota lain.
Menurut Kartono (2011)
mengungkapkan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing,
membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan
organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik memberikan supervise/pengawasan yang efisien, dan
membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan
waktu dan perencanaan.
2.1.3.3. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Setiap
pemimpin pada dasarnya mempunyai perilaku yang berbeda-beda dalam memimpin para
anggotanya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan merupakan cara yang pemimpin gunakan untuk mempengaruhi bawahannya
yang dinyatakan dalam bentuk kepribadian atau pola tingkah laku. Menurut Thoha
(2013:49) “Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain
seperti yang ia lihat”.
2.1.3.4. Gaya-Gaya Kepemimpinan
Pola perilaku
tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nilai-nilai, asumsi,
persepsi, harapan, maupun sikap yang ada dalam diri pemimpin. Berbagai
penelitian tentang gaya kepemimpinan yang dilakukan para ahli mendasarkan pada
asumsi bahwa pola perilaku tertentu pemimpin dalam mempengaruhi bawahan ikut
menentukan efektivitasnya dalam memimpin. Gaya kepemimpinan juga bisa diamati
dari sudut pola perilaku pemimpin dalam menghadapi tingkat kematangan dari para
bawahan. Pengertian kematangan di sini bukan pengertian umum tentang kedewasaan
seseorang, tetapi menyangkut suatu kemampuan dan kemauan dari para bawahan
untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilakunya. Tingkat kemampuan
menyangkut pengetahuan maupun keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan,
latihan serta pengalaman. Sedangkan tingkat kemauan berkaitan dengan kayakinan
diri maupun semangat dan dorongan yang dimiliki. menurut Ardana et al. (2012:181) “Gaya kepemimpinan
adalah pola perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin dalam mempengaruhi orang
lain”.
Menurut Martoyo (2010:143) gaya
kepemimpinan adalah:“Cara
yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain
dalam hal ini adalah bawahannya. Dalam setiap organisasi/perusahaan seorang pemimpin
mempunyai gaya yang berbeda dalam kepemimpinannya sesuai kemampuannya
masing-masing”. Menurut Martoyo (2010:146) gaya kepemimpinan terbagi beberapa gaya,
diantaranya:
1. Gaya Kepemimpinan
Direktif Otokratif
Gaya kepemimpinan ini
memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada pemimpin dalam otoritasnya, sedangkan
kebebasan bawahan sangat dibatasi. Pemimpin merupakan pusat komando dan
perintah terhadap bawahan/karyawan.
2. Gaya Kepemimpinan
Persuasif
Pemimpin melaksanakan
kekuasaanya terutama dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Masukan-masukan dari bawahan di tampung, bawahan mempunyai kebebasan untuk
mengemukakan pendapatnya. Bawahan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan
dalam diskusi walaupun suaranya sangat minim.
3. Gaya Kepemimpinan
Konsultatif
Dalam gaya ini bawahan
diberi kebebasan yang luas dalam mengemukakan pendapatnya. Pemimpin hanya
mengemukakan rancangan yang bersifat sementara, dan kemudian ditawarkan kepada
bawahan, yang memungkinkan adanya perubahan sesuai dengan usulan bawahan. Melalui
cara ini pemimpin bisa menilai keefektifan bawahan dalam memberikan ide-ide
atau gagasannya yang nantinya akan dijadikan sebagai sebuah keputusan manajemen
perusahaan.
4. Gaya Kepemimpinan
Partisipatif
Dalam gaya kepemimpinan
ini bawahan diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengemukakan
pendapatnya. Dalam hal ini pemimpin dan bawahan
merupakan sebuah team yang harus bekerjasama. Pemimpin tidak turun
langsung tapi mendelegasikan kepada staf seniornya. Pemimpin memberikan
kebebasan bertindak tetapi dalam batas tertentu, meski bawahan sangat dominan
tapi tanggung jawab tetap berada ditangan pemimpin.
5. Gaya Kepemimpinan
Musyawarah
Gaya kepemimpinan ini
berdasarkan kebersamaan yang diwujudkan dalam bentuk kekeluargaan dan gotong
royong. Kegiatan pemimpin didasari rasa tolong menolong dan saling membantu
serta tetap berpegang teguh pada efesiensi dan efektif. Pengambilan keputusan
oleh pemimpin berdasarkan prosedur penentuan masalah, pengumpulan data,
penganalisisan dan mengambil kesimpulan.
2.1.3.5. Sifat dan Tipe Kepemimpinan
Terdapat sepuluh sifat pemimpin yang unggul yang diutarakan oleh Tery
dalam Kartono (2011:47), yaitu:
1. Kekuatan.
2. Stabilitas emosi.
3. Pengetahuan tentang relasi insani.
4. Kejujuran.
5. Objektif.
6. Dorongan pribadi.
7. Keterampilan berkomunikasi.
8. Kemampuan mengajar.
9. Keterampilan sosial.
10. Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial.
2.1.3.6. Konsep Dasar Gaya Kepemimpinan
Menurut
Hasibuan (2013:170) “Gaya kepemimpinan dibagi menjadi empat yaitu:
1.
Kepemimpinan Otoriter
Dalam kepemimpinan ini semua kekuasaan atau wewenang,
sebagian besar mutlak tetap pada pimpinan atau bila pimpinan tersebut menganut
sistem sentralisasi wewenang, maka pengambilan keputusan dan kebijaksanaan
hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak di ikutsertakan untuk memberikan
saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Orientasi
kepemimpinan difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan
dengan kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan ini
menganut sistem manajemen tertutup (closed management) kurang
menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya.
2.
Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan
partisipatif yaitu gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan cara persuasif,
menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi
bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.
Pemimpin
dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan.
Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung
jawab yang lebih besar.
3.
Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan
delegatif apabila seorng pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan
agak lengkap. Dengan demikian bawahan dapat mengambil keputusan dan
kebijaksanaan dengan leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Disini pimpinan
menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan dalam arti
pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri
dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini, bawahan dituntut
memiliki kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan kematangan psikologis
(kemauan). Kematangan pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan
sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan. Kematangan psikologis
dikaitkan dengan kemauan atau motivasi untuk melakukan sesuatu yang erat
kaitannya dengan rasa yakin dan ketertarikan.
4.
Kepemimpinan Situasional
Model
kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul
Hersey dan Kenneth H. Blanchard di Pusat Studi Kepemimpinan pada akhir
tahun 1960. Sampai tahun 1962. Hersey dan Blanchard bekerja sama secara
kontinyu menyempurnakan kepemimpinan situasional. Fokus
pendekatan situasional terhadap kepemimpinan terletak pada perilaku yang
diobservasi atau perilaku nyata yang terlihat, bukan pada kemampuan atau
potensi kepemimpinan yang dibawa sejak lahir. Penekanan pendekatan situasional
adalah pada perilaku pemimpin dan anggota atau pengikut dalam kelompok dan
situasi yang variatif”.
Menurut
Yukl (2015:62), kepemimpinan dapat dilihat dari:
1.
Pertimbangan pemimpin
Pemimpin
bertindak dalam cara yang bersahabat dan mendukung, memperlihatkan perhatian
terhadap bawahan dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Dengan demikian
indikator dari pertimbangan pimpinan adalah:
a. Kesediaan
untuk mendengarkan permasalahan bawahan.
b. Kemauan
untuk berkonsultasi.
c. Menerima
saran dari bawahan.
2.
Struktur memprakarsai
Pemimpin
menentukan dan membuat struktur perannya sendiri dan peran bawahan kea rah
pencapaian tujuan formal. Dengan demikian indikator dari memprakarsai pimpinan
adalah:
a. Mengkritik
pekerjaan.
b. Menekankan
pentingnya memenuhi target waktu.
c. Memberikan
tugas kepada bawahan.
d. Mempertahankan
standar kinerja.
e. Meminta
bawahan untuk mengikuti prosedur.
f. Mengkoordinasikan
aktivitas.
Variabel gaya kepemimpinan dapat dinilai dengan
menggunakan indikator-indikator sebagai berikut:
1. Partisipatif
2. Kecerdasan
3. Kedewasaan
4. Hubungan sosial
5. Motivasi diri
6. Sikap hubungan
2.1.4. Motivasi Kerja
2.1.4.1. Pengertian
Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata
latin movere yang berarti dorongan,
daya penggerak atau kekuatan yang menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan.
Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi dan lingkungan
kerja yang terdapat pada suatu organisasi atau lembaga. Wacana mengenai
motivasi menjadi sangat penting untuk diangkat karena di dalamnya terdapat
suatu upaya seseorang untuk mencapai subtansi kerja yang diinginkannya.
Motivasi menjadi sebuah konsep penting tentang kinerja individu karyawan yang
ada dalam suatu perusahaan. Oleh karenanya, para manajer harus pula
memperhatikan motivasi kerja karyawannya demi tercapainya kinerja yang baik.
Menurut Uno (2012:71) “Motivasi kerja merupakan salah
satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang. Besar atau kecilnya
pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak
intensitas motivasi yang diberikan”. Mangkunegara (2011:93) menyatakan bahwa “Motif
merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar
pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan
motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan
dari motifnya”.
Menurut Handoko (2014:250) “Motivasi adalah keadaan dalam
pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”. Sedangkan menurut Bangun (2012:313)
“Suatu tindakan untuk memenuhi orang lain agar berperilaku (to behave) secara teratur”. Motivasi
merupakan tugas bagi manajer untuk memengaruhi orang lain (karyawan) dalam
suatu perusahaan. Oleh sebab itu, motivasi diartikan sebagai keseluruhan proses
pemberian dorongan atau rangsangan kepada para karyawan sehingga mereka
bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa.
Dari beberapa pengertian motivasi di atas,
maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang ada dalam
diri individu, berupa upaya tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhanya
untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi yang timbul dalam individu karyawan
dapat berkembang menjadi positif ataupun negatif tergantung faktor yang
mempengaruhinya. Mengenali motivasi karyawan akan menjadi sebuah kunci penting
bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawannya.
Hasibuan (2013:99) mengemukakan ada dua jenis
motivasi, yaitu:
1.
Motivasi positif
(insentif positif), manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada
mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja
bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang
baik-baik saja.
2.
Motivasi negatif
(insentif negatif), manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman
kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan
memotivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan
meningkat, karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat
berakibat kurang baik.
2.1.4.2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi sebagai dasar
yang penting untuk mengembangkan kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Menurut Sutrisno (2010:116-120) faktor-faktor tersebut dapat dibedakan
menjadi faktor intern dan ekstern.
1.
Faktor intern
Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian
motivasi pada seseorang antara lain:
a.
Keinginan untuk dapat
hidup
Untuk
mempertahankan hidup ini orang mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu
baik atau jelek, apakah halal atau haram, dan sebagainya. Misalnya, untuk
mempertahankan hidup manusia perlu makan dan untuk memperoleh makan ini,
manusia mau mengerjakan apa saja asal hasilnya dapat memenuhi kebutuhan untuk
makan. Keinginan untuk dapat hidup meliputi kebutuhan untuk:
1)
Memperoleh kompensasi
yang memadai.
2)
Pekerjaan yang tetap
walaupun penghasilan tidak begitu memadai.
3)
Kondisi kerja yang aman
dan nyaman.
b.
Keinginan untuk dapat
memiliki
Hal
ini banyak kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa keinginan yang
keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja.
Contohnya, keinginan untuk dapat memiliki sepeda motor dapat mendorong
seseorang untuk mau melakukan pekerjaan.
c.
Keinginan untuk dapat
memperoleh penghargaan
Seseorang
mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang
lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang mau mengeluarkan
uangnya, untuk memperolah uang itu pun ia harus bekerja keras.
d.
Keinginan untuk memperoleh
pengakuan
Bila
kita perinci, maka keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi
hal-hal:
1)
Adanya penghargaan
terhadap prestasi.
2)
Adanya hubungan kerja
yang harmonis dan kompak.
3)
Pimpinan yang adil dan
bijaksana.
4)
Perusahaan tempat
bekerja dihargai oleh masyarakat.
e.
Keinginan untuk
berkuasa
Keinginan
untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja. Misalnya, keinginan
untuk menjadi pimpinan di suatu perusahaan, maka orang tersebut harus bekerja
ekstra untuk mencapai prestasi yang dapat menunjang keinginannya.
2.
Faktor ekstern
Faktor ekstern juga tidak kalah peranannya dalam
melemahkan motivasi kerja sesorang. Faktor-faktor ekstern itu adalah:
a.
Kondisi lingkungan
kerja
Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan saran dan prasarana
kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini, meliputi tempat
bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan,
ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada di tempat
tersebut. Lingkungan kerja yang baik dan bersih, mendapat cahaya yang cukup,
bebas dari kebisingan dan gangguan, jelas akan memotivasi tersendiri bagi para
karyawan dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Namun lingkungan kerja yang
buruk, kotor, gelap, pengap, lembab dan sebagainya akan menimbulkan cepat lelah
dan menurunkan kreativitas. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan yang mempunyai
kreativitas tinggi akan dapat menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan
bagi para karyawan.
b.
Kompensasi yang memadai
Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling
ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.
Adapaun kompensasi yang kurang memadai akan membuat mereka kurang tertarik
untuk bekerja keras, dan memungkinkan mereka bekerja tidak tenang, dari sini
jelaslah bahwa besar kecilnya kompensasi sangat mempengaruhi motivasi kerja
para karyawan.
c.
Supervisi yang baik
Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan
pengarahan, membimbing kerja para karyawan, agar dapat melaksanakan kerja
dengan baik tanpa membuat kesalahan. Dengan demikian, posisi supervisi sangat
dekat dengan para karyawan, dan selalu menghadapi para karyawan dalam
melaksanakan tugas sehari-hari.
d.
Adanya jaminan
pekerjaan
Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang
ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan
karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Mereka bekerja bukannya untuk hari
ini saja, tetapi mereka berharap akan bekerja sampai tua cukup dalam satu
perusahaan saja, tidak usah sering kali pindah.
e.
Status dan tanggung
jawab
Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan
setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharap kompensasi semata,
tetapi pada suatu masa mereka juga berharap akan dapat kesempatan menduduki
jabatan dalam suatu perusahaan. Dengan menduduki jabatan, orang merasa dirinya
akan dipercaya, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk melakukan
kegiatan-kegiatan. Jadi, status dan kedudukan merupakan dorongan untuk memenuhi
kebutuhan sense of achievement dalam
tugas sehari-hari.
f.
Peraturan yang
fleksibel
Biasanya peraturan bersifat melindungi dan dapat memberikan
motivasi para karyawan untuk bekerja lebih baik. Hal ini terlihat dari banyak
perusahaan besar yang memperlakukan sistem prestasi kerja dalam memberikan
kompensasi kepada para karyawannya, yang penting semua peraturan yang berlaku
dalam perusahaan itu perlu diinformasikan sejelas-jelasnya kepada para karyawan,
sehingga tidak lagi bertanya-tanya, atau merasa tidak mempunyai pegangan dalam
melakukan pekerjaan.
2.1.4.3. Teori-Teori Motivasi
Teori-teori
motivasi yang lebih condong dalam penelitian ini, dikemukakan oleh beberapa
ahli sebagai berikut:
1. Teori
Hirarki kebutuhan Maslow
Teori ini dikemukakan
oleh Abraham Maslow yang mengemukakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan
sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung
bersifat bawaan. Dasar teori kebutuhan dari Abraham Maslow ini adalah manusia
merupakan makhluk yang serba berkeinginan; suatu kebutuhan yang telah dipuaskan
tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya; kebutuhan manusia diatur dalam
suatu seri tingkatan. Maslow mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia
adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan
fisiologis (physiological needs)
Physiological needs
(kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara,
perumahan dan lain-lainnya.
b. Kebutuhan
rasa aman (security needs)
Meliputi kebutuhan akan keamanan dari ancaman kecelakaan dan
keselamatan dalam melakukan pekerjaan.
c. Kebutuhan
sosial (social needs)
Yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi,
berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai. Seorang individu
ingin tergolong dalam suatu kelompok dan berinteraksi di dalamnya sehingga
mereka dapat saling menerima dan berbagi bersama rekan-rekannya.
d. Kebutuhan
akan penghargaan (esteem needs)
Kebutuhan yang berkaitan tidak hanya menjadi bagian dari orang
lain (masyarakat), tetapi lebih jauh dari itu, yaitu diakui/dihormati/dihargai
orang lain karena kemampuannya atau kekuatannya.
e. Kebutuhan
aktualisai diri (self actualization needs)
Yaitu kebutuhan untuk menggunakan keterampilan, kemampuan,
potensi dan skill untuk mencapai
prestasi kerja yang optimal.
2. Teori
Kebutuhan Berprestasi McClelland
Menurut McClelland
menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu kebutuhan yang bersifat sosial,
kebutuhan yang muncul akibat pengaruh eksternal. Kebutuhan tersebut dibagi
menjadi tiga jenis yaitu:
a. Kebutuhan
Berprestasi (N-Ach)
Need for Achievement adalah
kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung
jawab untuk pemecahan masalah. Seseorang yang memiliki kebutuhan berprestasi
tinggi cenderung untuk mengambil resiko. Kebutuhan akan berprestasi merupakan
dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar,
bergulat untuk sukses.
b. Kebutuhan
Kekuasaan (N-Pow)
Need for Power
adalah kebutuhan akan kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk
mencapai autoritas, untuk memiliki pengaruh kepada orang lain. Kebutuhan akan
kekuasaan menjadikan pegawai memiliki motivasi untuk berpengaruh dalam
lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk
menang.
c. Kebutuhan
Berafiliasi (N-Affil)
Need for affiliation
yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berintraksi
dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan untuk sesuatu
yang merugikan orang lain. Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk
berhubungan antar pribadi yang ramah dan beradab.
3. Teori
Dua Faktor Herzberg
Teori ini dikembangkan
dan dikenal dengan model dua faktor, yaitu:
a. Faktor
Motivasional
Hal-hal
yang mendorong berprestasi yang sifatnya instrinsik, yang berarti bersumber
dari dalam diri seseorang. Yang tergolong sebagai faktor motivasional antara
lain ialah pekerjaan seseorang keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,
kemajuan dalam karir, dan pengakuan orang lain.
b. Faktor
Hygiene atau Pemeliharaan
Faktor-faktor
yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Faktor-faktor
pemeliharaan mencakup antara lain status pegawai dalam organisasi, hubungan
seorang individu dengan atasannya, hbungan seseorang dengan rekan-rekan
kerjanya, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi
kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Berdasarkan beberapa
uraian di atas, pengertian motivasi kerjsa dapat dilihat dari sisi pekerja
maupun sisi pimpinan. Dari sisi pekerja adalah suatu dorongan dari diri pekerja
tersebut dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan tugas atau
pekerjaannya yang telah menjadi tanggung jawabnya dalam rangka memenuhi tujuan
perusahaan, dan apabila dari sisi pimpinan adalah merupakan upaya memberi
dorongan atau rangsangan kepada pekerja agar mereka bersedia bekerja dengan
rela tanpa dipaksa.
Secara operasional,
indikator-indikator variabel motivasi kerja yang dapat dijadikan tolak ukur
adalah sebagai berikut:
1. Penghargaan.
2. Lingkungan.
3. Status.
4. Keamanan
dan keselamatan kerja.
5. Prestasi.
6. Potensi
diri.
2.1.5. Lingkungan Kerja
2.1.5.1. Pengertian
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat dimana pegawai melakukan
aktifitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan rasa
aman dan dan memungkinkan pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja
dapat mempengaruhi emosional pegawai.
Jika pegawai menyenangi lingkungan kerjanya maka pegawai akan betah ditempat
kerjanya, melakukan aktifitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Lingkungan kerja dalam
suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun
lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan,
namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh
lansung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut.
Menurut Sunyoto (2015:38), “Lingkungan kerja
merupakan komponen yang sangat penting ketika karyawan melakukan aktivitas
bekerja. Dengan memperhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan
kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi untuk bekerja, maka akan membawa
pengaruh terhadap kinerja karyawan dalam bekerja”.
Soedarso (2015:95) mengungkapkan, “Lingkungan kerja
merupakan lingkungan dimana para karyawan dapat melaksanakan tugasnya
sehari-hari dengan keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas-tugas tersebut”. Menurut Nitisemito dalam Nuraini (2013:97),
“Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan
dapat mempengaruhinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya,
misalnya dengan ada nya air conditioner
(AC), penerangan yang memadai, dan sebagainya”. Sedarmayanti (2013:23)
menyatakan lingkungan kerja adalah “Suatu tempat yang terdapat sejumlah
kelompok dimana didalamnya terdapat beberapa fasilitas pendukung untuk mencapai
tujuan perusahaan sesuai dengan visi dan misi perusahaan”. Isyandi dalam
Nuraini (2013:97) mendefinisikan, “Lingkungan kerja juga merupakan sesuatu yang
ada dilingkungan para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas, seperti kelembapan, temperatur, ventilasi, penerangan, dan kegaduhan,
kebersihan tempat kerja, dan memadainya atau tidaknya alat-alat perlengkapan
kerja”.
2.1.5.2. Jenis-Jenis
Lingkungan Kerja
Menurut Sedarmayanti (2011:26) secara garis besar
lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu:
1.
Lingkungan kerja fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan
berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik
dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:
a.
Lingkungan kerja yang
langsung berhubungan dengan pegawai seperti pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya.
b.
Lingkungan perantara atau
lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi
manusia misalnya temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan,
kebisingan, getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.
2.
Lingkungan kerja non fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan
yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan
maupun hubungan dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.
Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antar
tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status yang sama. Kondisi yang
hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan
pengendalian diri. Jadi, lingkungan kerja non fisik ini juga merupakan kelompok
lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
Menurut Mangkunegara (2011:105), menyatakan bahwa ada
beberapa jenis lingkungan kerja, yaitu:
1.
Kondisi lingkungan kerja
fisik yang meliputi faktor lingkungan tata ruang kerja dan faktor kebersihan
dan kerapian ruang kerja.
2.
Kondisi lingkungan kerja
non fisik yang meliputi lingkungan sosial, status sosial, hubungan kerja, dan
sistem informasi.
3.
Kondisi psikologis
lingkungan kerja yang meliputi rasa bosan dan keletihan dalam bekerja.
Menurut Suwatno dan Priansa (2011:163) secara
umum lingkungan kerja terdiri dari:
- Faktor Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik adalah lingkungan yang
berada disekitar pekerja itu sendiri. Kondisi di lingkungan kerja dapat
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang meliputi:
a.
Prosedur Pekerjaan
Meliputi peralatan kerja dan prosedur kerja atau
metode kerja, peralatan kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaannya akan
mempengaruhi kesehatan hasil kerja karyawan.
b.
Kondisi Lingkungan Kerja
Penerangan dan kebisingan sangat berhubungan
dengan kenyamanan para pekerja dalam bekerja. Sirkulasi udara, suhu ruangan dan
penerangan yang sesuai sangat mempengaruhi kondisi seseorang dalam menjalankan
tugasnya.
c.
Tingkat Visual Privacy dan Acoustical Privacy
Dalam tingkat pekerjaan tertentu membutuhkan
tempat kerja yang dapat memberi privasi bagi karyawannya. Yang dimaksud visal privasi
disini adalah sebagai “keleluasan pribadi “ terhadap hal hal yang menyangkut
dirinya dan kelompoknya. Sedangkan acoustical
privasi berhubungan dengan pendengaran.
- Faktor Lingkungan Psikis
Faktor lingkungan psikis adalah hal-hal yang
menyangkut dengan hubungan sosial dan keorganisasian. Kondisi psikis yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah:
a.
Beban kerja (load work)
Pekerjaan yang berlebihan dengan waktu yang
terbatas atau mendesak dalam penyelesaian suatu pekerjaan akan menimbulkan
penekanan dan ketegangan terhadap karyawan, sehingga hasil yang didapat kurang
maksimal.
b.
Sistem Pengawasan
Sistem pengawasan yang buruk dan tidak efisien
dapat menimbulkan ketidakpuasaan lainnya, seperti ketidak stabilan suasana
politik dan kurangnya umpan balik prestasi kerja.
c.
Frustasi
Frustasi dapat berdampak pada terhambatnya usaha
pencapaian tujuan, misalnya harapan perusahaan tidak sesuai dengan harapan
karyawan, apabila hal ini berlangsung terus menerus akan menimbulkan frustasi
bagi karyawan.
2.1.5.3. Faktor Yang
Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Menurut Gie dalam Nuraini (2013:103) untuk dapat
menciptakan lingkungan kerja yang efektif dalam perusahaan ada beberapa faktor
yang perlu diperhatikan yaitu:
1.
Cahaya
Cahaya penerangan yang cukup memancarkan dengan
tepat akan menambah efisiensi kerja para karyawan/pegawai, karna mereka dapat
bekerja dengan lebih cepat lebih sedikit membuat kesalahan dan matanya tak
lekas menjadi lelah.
2.
Warna
Warna merupakan salah satu faktor yang penting
untuk memperbesar efisiensi kerja para karyawan, khususnya warna akan
mempengaruhi keadaan jiwa mereka dengan memakai warna yang tepat pada dinding
ruang dan alat-alat lainnya kegembiraan dan ketenangan bekerja para karyawan
akan terpelihara.
3.
Udara
Mengenai faktor udara ini, yang sering sekali
adalah suhu udara dan banyaknya uap air pada udara itu.
4.
Suara
Untuk mengatasi terjadinya kegaduhan, perlu
kiranya meletakkan alat-alat yang memiliki suara yang keras, seperti mesin
ketik pesawat telpon, parkir motor, dan lain-lain pada ruang khusus, sehingga
tidak mengganggu pekerja lainnya dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut Sedarmayanti (2011:26) faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja fisik adalah:
1.
Penerangan/pencahayaan di
tempat kerja
2.
Temperatur di tempat kerja
3.
Kelembaban di tempat kerja
4.
Sirkulasi udara di tempat
kerja
5.
Kebisingan di tempat kerja
6.
Getaran mekanis di tempat
kerja
7.
Bau-bauan di tempat kerja
8.
Tata warna di tempat kerja
9.
Dekorasi di tempat kerja
10. Musik di tempat kerja
11. Keamanan di tempat kerja
Menurut Sedarmayanti (2011:27) faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja non fisik adalah:
1.
Perhatian dan dukungan
pemimpin
2.
Kerjasama antar kelompok
3.
Kelancaran komunikasi
Selanjutnya menurut Sunyoto (2013:44) faktor-faktor yang
berkaitan dengan lingkungan kerja adalah sebagai berikut :
- Hubungan karyawan
a.
Hubungan sebagai individu
Motivasi yang diperoleh sesorang karyawan
datangnya dari rekan-rekan sekerja atau atasan.
b.
Hubungan sebagai kelompok
Ada beberapa yang menjadi perhatian yaitu :
kepemimpinan yang baik, distribusi informasi yang baik, kondisi kerja yang baik
serta sistem pengupahan yang jelas
- Tingkat kebisingan lingkungan kerja
Lingkungan yang bising akan membawa pengaruh
kepada ketidak tenangan dalam bekerja.
- Peraturan kerja
Peraturan kerja yang baik dan jelas dapat
memberikan pengaruh yang baik terhadap kepuasan dan kinerja karyawan di
perusahaan tersebut.
- Penerangan
Dalam hal ini, penerangan tidak hanya terbatas
pada penerangan listrik tetapi termasuk juga penerangan matahari.
- Sirkulasi udara
Ventilasi harus cukup lebar terutama pada
ruangan-ruangan yang dianggap terlalu panas.
- Keamanan
Lingkungan kerja dengan rasa aman akan
menimbulkan ketenangan dan kenyamanan dan pada khirnya akan mendorong semangat
kerja.
2.1.5.4. Dimensi Lingkungan
Kerja
Berdasarkan Sedarmayanti (2011:26), dimensi lingkungan
kerja terbagi menjadi lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
1.
Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik menurut Sedarmayanti (2011:26)
adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang
dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Suwatno
dan Priansa (2011:163) lingkungan kerja fisik adalah lingkungan yang berada
disekitar pekerja itu sendiri.
2.
Lingkungan Kerja Non Fisik
Menurut Sedarmayanti (2011:26) lingkungan kerja
non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan
kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan sesama rekan kerja ataupun
hubungan dengan bawahan.
2.1.5.5. Indikator Lingkungan Kerja
1.
Lingkungan Kerja Fisik
Indikator lingkungan kerja fisik yang digunakan
berdasarkan Sedarmayanti (2011:26) adalah sebagai berikut:
a.
Penerangan/pencahayaan
Penerangan dan pencahayaan sangat besar
manfaatnya bagi pegawai guna mendapatkan kenyamanan dan kelancaran dalam
bekerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang
terang tetapi tidak menyilaukan.
b.
Sirkulasi udara
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh
makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yakni untuk proses metabolisme.
Udara disekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut
telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya
bagi kesehatan tubuh.
c.
Kebisingan
Salah satu polusi yang cukup menyibukan para
pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki
oleh telinga. Tidak dikehendaki karena terutama dalam jangka panjang bunyi
tersebut dapat mengganggu ketenangan dalam bekerja, merusak pendengaran, dan
menimbulkan kesalahan komunikasi.
d.
Tata warna
Menata di tempat kerja perlu dipelajari dan
direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya, tata warna tidak dapat
dipisahkan dengan penataan dekorasi, hal ini dapat dimaklum karena warna
mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan.
e.
Keamanan
Guna menjaga tempat dan lingkungan kerja tetap
dalam keadaan aman, maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu
upaya menjaga keamanan ditempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga kerja satuan
petugas keamanan (SATPAM).
2.
Dimensi Lingkungan kerja
non fisik
Indikator lingkungan kerja non fisik berdasarkan
Sedarmayanti (2011:26) adalah sebagai berikut:
a.
Hubungan dengan atasan
b.
Hubungan dengan bawahan
c.
Hubungan dengan rekan kerja
setingkat
2.1.6. Kinerja
2.1.6.1. Pengertian Kinerja
Kinerja bisa mempengaruhi berlangsungnya kegiatan suatu
organisasi perusahaan, semakin baik kinerja yang ditunjukan oleh para pegawai
akan sangat membantu dalam perkembangan organisasi atau perusahaan tersebut.
Kinerja merupakan istilah
yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Arti kata kinerja berasal dari
taka-katajob performance dan disebut
juga aktual performance atau prestasi
kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah di capai oleh seseorang kariyawan. Menurut Benardin dan Russel dalam Priansa (2014:270) “Kinerja
merupakan hasil yang diproduksi oleh fungsi pekerjaan tertentu atau
kegiatan-kegiatan pada pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu, yang
memperlihatkan kualitas dan kuantitas dari pekerjaan tersebut”.
Menurut Mangkunegara (2010:67) mengemukakan bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah: “Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” Sedangkan menurut Fahmi (2011:226) “Kinerja adalah
hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu”. Menurut
Mahsun (2011:25) “Kinerja (performance) adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/ kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategik planning suatu organisasi”.
Menurut Abdullah
(2014:4) “Kinerja adalah prestasi kerja yang merupakan hasil dari implementasi
rencana kerja yang dibuat oleh suatu institusi yang dilaksanakan oleh pimpinan
dan karyawan yang bekerja di instansi baik pemerintah maupun perusahaan untuk
mencapai tujuan organisasi”. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil
dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi,
termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan
tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik
kesimpulan bahwa kinerja karyawan
pada dasarnya merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas.
2.1.6.2.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Kinerja
1. Karakteristik
pribadi
Karakteristik pribadi adalah suatu kondisi yang
didasarkan atas pembawaan seseorang yang meliputi, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pengalaman, interaksi sosial, keturunan dan sebagainya.
2. Motivasi
Motivasi adalah kesiapan khusus seseorang untuk
melakukan atau melanjutkan serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai
beberapa sasaran yang telah ditetapkan.
3. Pendapatan
dan gaji
Evaluasi kinerja sering digunakan sebagai alat
untuk menentukan penyesuaian gaji dan juga untuk memperbaiki kinerja pegawai.
4. Keluarga
Pengaruh tanggung jawab keluarga berbeda antara
pria dan wanita. Pria dengan beban keluarga tinggi berhubungan dengan
peningkatan jam kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang beban
keluarganya rendah, sebaliknya efek yang berlawanan pada wanita karena beban
keluarga yang tinggi akan mengurangi jam kerja per minggu, sedangkan beban
keluarga rendah akan meningkatkan jam kerja.
5. Organisasi
Untuk
memberikan kesempatan kepada pegawai bekerja optimal, organisasi harus
menciptakan lingkungan yang berbeda untuk para profesional. Organisasi
mengembangkan penilaian kinerja dengan seksama dan memonitor secara periodik.
6. Supervisi
Supervisi adalah proses memacu anggota unit
kerja untuk memberikan kontribusi secara positif agar tujuan organisasi
tercapai.
7. Pengembangan
karir
Pengembangan karir mempunyai relevansi langsung
bagi efektivitas organisasi dan bagi kepuasan anggota organisasi. Pengembangan
karir polanya harus disesuaikan dengan kebutuhan organisasi sekarang dan masa
yang akan datang.
2.1.6.3.Aspek-aspek Dalam
Kinerja
Menurut Simanjuntak (2015),
aspek-aspek yang terdapat dalam kinerja meliputi:
1. Kecepatan
Kecepatan
sangat penting bagi keunggulan bersaing perusahaan. Kecepatan terkait dengan
unsur-unsur:
a. Tindakan
pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai derajat kepentingan kecepatan dalam
lingkungan persaingan.
b. Pegawai
melakukan pekerjaan dengan bagus.
c. Pegawai
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal.
d. Pegawai
mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih cepat.
2. Kualitas
Kualitas tidak dapat dikorbankan demi
kecepatan. Mengenai kualitas dapat dilihat mengenai unsur-unsur berikut:
a. Pegawai
bangga terhadap pekerjaannya.
b. Pegawai
melakukan pekerjaannya dengan benar sejak awal.
c. Pegawai
mencari cara untuk memperbaiki kualitas pekerjaannya.
3. Layanan
Manfaat kecepatan dan kualitas akan mudah
berubah menjadi layanan buruk. Hal ini dapat dilihat melalui hal-hal berikut:
a. Tindakan
pegawai dapat mengindikasikan pemahaman pentingnya melayani kepada para
pelanggan.
b. Pegawai
menunjukan keinginannya untuk melayani orang lain dengan baik.
c. Pegawai
merespon pelanggan dengan tepat waktu.
d. Pegawai
memberikan lebih daripada yang diminta oleh pelanggan.
4. Nilai
Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam
keputusan pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektivitas
kerja. Sedikitnya ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai, yaitu:
a. Tindakan
pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai konsep nilai
b. Nilai
merupakan sesuatu yang dipertimbangkan oleh pegawai dalam pengambilan
keputusan.
5. Keterampilan
interpersonal
Keterampilan
interpersonal meliputi:
a. Pegawai
menunjukan perhatian pada perasaan orang lain.
b. Pegawai
menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada orang lain.
c. Pegawai
bersedia membantu orang lain.
d. Pegawai
dengan tulus merayakan keberhasilan orang lain.
6. Mental
untuk sukses
Hal
ini mencakup unsur-unsur:
a. Pegawai
memiliki sikap can do (yakin bahwa ia
dapat melakukan apapun).
b. Pegawai
mencari cara untuk menambah pengetahuan-pengetahuannya.
c. Karyawan
mencari cara untuk memperbanyak pengalamannya.
d. Pegawai
realistis dalam mengukur kemampuannya.
7. Terbuka
untuk berubah
Kondisi
ini terkait dengan hal-hal berikut:
a. Pegawai
bersedia menerima perubahan.
b. Pegawai
mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas lama.
c. Tindakan
pegawai mengindikasikan sifat ingin tahu.
d. Pegawai
memandang perannya sebagai peran.
8. Kreativitas
Kreativitas
meliputi:
a. Pegawai
menunjukan kreativitas dalam pemecahan masalah.
b. Pegawai
menunjukan kemampuan untuk melihat hubungan antara masalah-masalah yang
kelihatannya tidak berkaitan.
c. Pegawai
dapat mengambil konsep abstrak dan mengembangkan menjadi konsep yang dapat
diterapkan.
d. Pegawai
menerapkan kreativitasnya pada pekerjaan sehari-hari.
9. Keterampilan
berkomunikasi
Keterampilan
berkomunikasi meliputi:
a. Pegawai
menampilkan gagasan logis dalam bahasa yang mudah dipahami.
b. Pegawai
menyatakan ketidaksetujuannya tanpa menciptakan konflik.
c. Pegawai
menulis dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat.
d. Pegawai
menggunakan bahasa yang bernada optimis.
10. Inisiatif
Inisiatif
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Pegawai
selalu bersedia membantu orang lain jika pekerjaannya telah selesai.
b. Pegawai
ingin selalu terlibat dalam proyek baru.
c. Pegawai
selalu berusaha mengembangkan keterampilannya diluar tempat kerja.
d. Pegawai
menjadi sumber gagasan untuk perbaikan kinerja.
11. Perencanaan
Perencanaan
meliputi:
a. Pegawai
selalu membuat jadual personal.
b. Pegawai
bekerja berdasarkan jadual tersebut.
c. Pegawai
selalu memutuskan dahulu pendekatan yang akan digunakan pada tugasnya sebelum
memulainya.
2.1.6.4.
Kriteria Kinerja
Kriteria kinerja
dimensi-dimensi pengevaluasian kinerja seseorang pemegang jabatan, suatu tim,
dan suatu unit kerja. Secara bersama-sama dimensi itu merupakan harapan kinerja
yang berusaha dipenuhi individu dan tim guna mencapai strategi organisasi.
Menurut Harsuko (2011:52), bahwa ada 3 jenis dasar kriteria kinerja yaitu:
1.
Kriteria berdasarkan
sifat memusatkan diri pada karakteristik pribadi seseorang karyawan. Loyalitas,
keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan memimpin merupakan
sifat-sifat yang sering dinilai selama proses penilaian. Jenis kriteria ini
memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai atau tidak
dicapai seseorang dalam pekerjaanya.
2.
Kriteria berdasarkan
perilaku terfokus pada bgaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini
penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal. Sebagai
contoh apakah SDMnya ramah atau menyenangkan.
3.
Kriteria berdasarkan
hasil, kriteria ini semakin populer dengan makin ditekanya produktivitas dan
daya saing internasional. Kriteria ini berfokus pada apa yang telah dicapai
atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan.
Menurut Riani (2011:71), kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja
karyawan adalah sebagai berikut:
1.
Quantity
of Work (kuantitas kerja): jumlah kerja yang
dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.
2.
Quality
of Work (kualitas kerja): kualitas kerja yang
dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan ditentukan.
3.
Job
Knowledge (pengetahuan pekerjaan): luasnya
pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
4.
Creativeness
(kreativitas): keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5.
Cooperation
(kerja sama): kesedian untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota
organisasi.
6.
Dependability
(ketergantungan): kesadaran untuk mendapatkan kepercayaan dalam hal kehadiran
dan penyelesaian kerja.
7.
Initiative
(inisiatif): semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggung jawabnya.
8.
Personal
Qualities (kualitas personal): menyangkut
kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi.
Simanjuntak (2011:11) mengemukakan: “Kinerja seseorang di pengaruhi oleh
banyak faktor yang dapat di golongkan pada 3 (tiga) kelompok yaitu kompensasi
individu orang yang bersangkutan, dukungan organisasi, dan dukungan manajemen”.
Faktor-faktor tersebu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kompensasi
Individu
Kompensasi
individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja
2. Dukungan
Organisasi
Kondisi
dan syarat kerja. setiap seseorang juga tergantung pada dukungan organisasi
dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja,
kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja.
3. Dukungan
Manajemen
Kinerja
perusahaan dan kinerja setiap perorangan juga sangat tergantung pada kemampuan
psikologis seperi persepsi, sikap dan motivasi.
Definisi kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya kinerja
menurut Pasolong (2013:175) ialah:
1.
Tercapainya tujuan
organisasi yang tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi yang digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai
pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
2.
Untuk mendorong tingkat
kinerja pegawai yang paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial
organisasi akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan atau
sebaliknya.
3.
Upaya untuk mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral dan etika.
4.
Untuk mengetahui
kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu.
5.
Untuk memenuhi
kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui
usaha-usaha yang sistemik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara
terus-menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif. 19 dari lima
pentingnya kinerja tersebut, maka betapa penting suatu kinerja dalam organisasi
untuk bisa mewujudkan tujuan-tujuan yang dimiliki.
2.1.6.5. Penilaian Kinerja
Penilaian
kerja merupakan suatu proses organisasi dalam menilai kinerja karyawannya.
Secara umum tujuan dari penilaian kinerja adalah memberikan timbal balik kepada
karyawan dalam upaya memperbaiki kerja karyawan, dan untuk meningkatkan
produktivitas organisasi. Secara khusus tujuan penilaian kerja adalah sebagai
pertimbangan keputusan organisasi terhadap karyawannya mengenai promosi,
mutasi, kenaikan gaji, pendidikan, dan pelatihan ataupun kebijakan manajerial
lainnya. Menurut
Fahmi (2011) penilaian kinerja memiliki beberapa manfaat, yaitu:
1.
Mengelola operasi
organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara
maksimum.
2.
Membantu pengambilan
keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti: promosi, transfer, dan
pemberhentian.
3.
Menyediakan umpan balik
bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka
4.
Menyediakan suatu dasar
bagi distribusi penghargaan.
2.1.6.6. Langkah-langkah Peningkatan Kinerja
Menurut Dessler (2011) dalam rangka
meningkatkan kinerja terdapat langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1.
Mengetahui adanya
kekurangan dalam kinerja.
a. Mengidentifikasikan
masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus menerus mengenai fungsi-fungsi
bisnis.
b. Mengidentifikasikan
masalah memalui pegawai.
c. Memperhatikan
masalah yang ada.
2.
Mengenai kekurangan dan
tingkat keseriusan.
Untuk memperbaiki
keadaan tersebut diperlukan beberapa informasi antara lain:
a. Mengidentifikasikan
masalah setepat mungkin.
b. Menentukan
tingkat keseriusan masalah dengan mempertimbangkan:
1) Harga
yang harus dibayar bila tidak ada kegiatan.
2) Harga
yang harus dibayar bila ada campur tangan dan penghematan yang diperoleh
apabila ada penutupan dan kekurangan kinerja.
3.
Mengidentifikasi
hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan baik yang berhubungan dengan
sistem maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri.
4.
Mengembangkan rencana
tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut.
5.
Melakukan rencana
tindakan tersebut.
6.
Melakukan evaluasi
apakah masalah tersebut sudah diatasi atau belum.
Secara
operasional indikator-indikator yang mempengaruhi variabel kinerja adalah
sebagai berikut:
1.
Kualitas
2.
Kuantitas
3.
Ketepatan waktu
4.
Kreatifitas
5.
Inisiatif
6.
Tanggung jawab
7.
Kerjasama
2.2. KAJIAN-KAJIAN TERDAHULU
Trisnawati (2014) meneliti
tentang “Pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawanpada CV Muara Kopa Di
Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau”. Dengan hasil penelitiannya sebagai
berikut:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan terhadap
kinerja karyawan pada CV Muara Kopa di Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau.
Medote penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan
bentuk penelitian studi hubungan. Populasi penelitian ini adalah 45 karyawan.
Hasil analisis data menunjukan terdapat pengaruh pelatihan terhadap kinerja
karyawan pada CV Muara Kopa di kecamatan sekayam kabupaten sanggau sebesar
0,538 dengan kategori sedang. Sedangkan tingkat persentase pada pelatihan karyawan
dengan nilai tertinggi yaitu pada kategori baik dengan jumlah 68,89%
berdasarkan hasil jawaban angket dari 31 orang karyawan. sementara tingkat
persentase pada kinerja karyawan dengan nilai tertinggi yaitu pada kategori
baik yaitu sebesar 64,44% berdasarkan hasil jawaban angket dari 29 orang
karyawan.
Menurut Gusli (2016)
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (persero) Rayon Makassar Selatan”
dapat diketahui kesimpulan penelitiannya, yaitu dari hasil analisis uji t
menunjukkan bahwa variabel Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja Karyawan, serta hasil analisis uji t menunjukkan bahwa variabel
Motivasi Kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dan variabel
yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan adalah variabel
motivasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai thitung variabel
motivasi lebih besar dari pada thitung variabel gaya kepemimpinan.
Menurut Apriyanto (2015)
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional
dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan” dengan objek PT. Gerai Adicipta
Nusantara. Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa Motivasi kerja
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Gerai Adicipta
Nusantara dengan nilai signifikan 0,036 yang lebih kecil dari 0,05 dengan
demikin dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Gerai Adicipta Nusantara. Sesuatu yang
dikerjakan karena ada motivasi akan membuat orang senang, bergairah dan
bersemangat mengerjakannya.
2.3.
LATAR BELAKANG PERUSAHAAN
2.3.1. Sejarah Berdirinya PT. Fape Sejahtera
Abadi
PT
Fape Sejahtera Abadi didirikan oleh Erlan Efendi dan Keluarga pada tahun 2005.
Dengan memulai usaha pada bidang jasa dan marketing penyemprotan. Usaha yang
sebelumnya masih berbadan usaha CV namun dengan kegigihan pemilik dan karyawan
dengan waktu singkat perusahaan mampu mengembangkan usaha dan berubah dari CV
ke PT. dengan ingin memberikan yang terbaik kepada klien dan bekembangnya usaha
yang semakin baik maka perusahaan menyediakan beberapa jenis bidang usaha yang
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Jasa
Penyemprotan Hama
Adalah
bidang yang khusus membasmi hama yang terjadi disekitar lingkungan usaha atau
rumah contoh hama yang kita basmi (tikus, kecoa, lalat, rayap dll)
2.
Obat-Obat
Kami
juga menjual obat-obat yang khusus untuk membasmi hama
3.
Alat-Alat Pembasmi Hama
Kami
juga menydiakan alat-alat untuk basmi hama contohnya seperti mesin Fogging
untuk nyamuk.
2.3.2. Bidang Usaha
PT.
Fape Sejahtera Abadi bergerak dibidang jasa pembasmi hama yang bertujuan untuk
lingkungan yang kita gunakan nyaman dari berbagai macam gangguan dari hama yang
ada di sekitar kita. Di samping itu perusahaan juga menjual obat-obatan dan
alat-alat atau sejenisnya. Sehingga perusahaan juga melihat pasar yang ada guna
memuaskan klien yang kita punya.
2.3.3. Visi dan Misi
PT.
Fape Sejahtera Abadi adalah perusahaan yang berperan penting dalam lingkungan,
kami adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembasmian HAMA/pest, untuk
melindungi bisnis dan aset" termasuk kesehatan lingkungan dan kehidupan
yang bebas dari serangga / hama hama yang merugikan manusia. bergerak dalam
bidang usaha jasa pembasmi hama dan perdagangan. Seperti pada umumnya jasa
pembasmi hama yang kita tahu, kami juga melayani perdagangan seperti alat
penyemprotan dan obat-obat pembasmi hama.
1. Visi
Menjadi
perusahan yang melayani dengan propesional dan di terima klien dengan puas
sesuai dengan kemauan atau permintaan klien kehendaki, memberikan jaminan kepada seluruh klien atas
pekerjaan kita.
2. Misi
a. Mendayagunakan jaringan
yang dimiliki sebagai kontribusi pada proses perputaran roda ekonomi dengan
didukung sumber daya manusia yang propesional dengan integritas yang tinggi
b. Memaksimalkan
perkembangan teknlogi secara tepat
c. Mendorong
pertumbuhan usaha yang berkesinambungan dalam rangka mencaai kesejahteraan
karyawan dan senantiasa meningkatan tanggang jawab social.
2.3.4.
Filosofi
Logo
Gambar
2.1.
Logo PT. Fape Sajatera Abadi

2.3.5.
Personalia
Dalam
bidang ini PT. Fape Sejahtera Abadi membagi tenaga kerjanya berdasarkan jam
kerja, Sistem Pengupahan, Jaminan Sosial dan fasilitas lainnya.
a. Jam
Kerja
Jam
kerja yang ada pada PT. FSA jam operasi 12 jam, 6 dalam seminggu.
Tabel
2.1
Jam
Kerja PT. FSA
|
Hari
|
Jam Kerja
|
Keterangan
|
|
Senin
– Sabtu
|
08.00
– 17.00 WIB
|
Staf
Kantor
|
|
|
15.00
– 24.00 WIB
|
Petugas
Pembasmi/Teknisi
|
Keterangan:
Semua
peraturan yang berlaku di perusahaan dtetapkan oleh bagian personalia.
2.3.6.
Struktur
Organisasi
Setiap
perusahaan dibentuk atas dasar tujuan tertentu. Untuk dapat mencapai tujuan
tersebut maka perlu dibentuk suatu organisasi agar tujuan yang ditentukan
tersebut dapat menyusun organisasi yang terdiri atas orang-orang yang memiliki
dedikasi dan profesionalisme dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Struktur Organisasi di PT. FSA menjelaskan
wewenang dan peraturan tanggung jawab organisasi perusahaan untuk menunjang
aktivitas perusahaan agar tercipta keserasian antar elemen yang ada dalam
perusahaan. Struktur yang dianut perusahaan ini adalah stuktur organisasi
garis, dimana tanggung jawab perusahaan pada garis langsung dan perintah
langsung pimpinan perusahaan. Dalam mengatur perusahaan pimpinan memberikan
perintah langsung pada bagian yang diminta tolong untuk mengerjakan suatu hal
dalam pekerjaan
karena tidak adanya pengawasan. Disamping itu pimpinan juga mengawasi jalannya
perusahaan. Pelaksanaan proses pengoranisasian yang sukses akan membuat suatu
organisasi dapat mencapai tujuannya. Berikut adalah struktur organisasi di PT.
FSA.
Gambar
2.2.
Stuktur
Organisasi PT FSA

|
|
Sumber: PT Fape Sejahtera Abadi
(2019)
2.4.
KERANGKA PIKIR
Gambar 2.3
Skema Kerangka Pikir
Sumber:
Penulis (2019)
2.5. HIPOTESIS
Menurut Sugiyono (2010:96) “Hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Berdasarkan kerangka pikir
di atas, maka hipotesa dari penelitian ini adalah:
Hipotesis 1
Ho : Diduga
tidak ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan PT Fape Sejahtera Abadi.
Ha1 : Diduga ada
pengaruh yang signifikan antara gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan PT Fape Sejahtera Abadi.
Hipotesis 2
Ho : Diduga
tidak ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja terhadap kinerja
karyawan PT Fape Sejahtera Abadi.
Ha2 : Diduga ada
pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT Fape Sejahtera Abadi.
Hipotesis 3
Ho : Diduga
tidak ada pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja terhadap kinerja
karyawan PT Fape Sejahtera Abadi.
Ha3 : Diduga ada
pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan PT Fape Sejahtera Abadi.
Hipotesis 4
Ho : Diduga
tidak ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan,
motivasi kerja dan lingkungan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja
karyawan PT Fape Sejahtera Abadi.
Ha4 : Diduga ada
pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan, motivasi kerja dan lingkungan
kerja secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan PT Fape Sejahtera Abadi.
Komentar
Posting Komentar